-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


 

Iklan


 

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hari Musik Nasional: Lawang Pitu Gelar Diskusi Publik Bahas Sistem Royalti Musik

Senin, 10 Maret 2025 | 21:40 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-10T15:02:00Z
Foto : Grup Band Lawang Pitu setelah diskusi publik bertema, "Sistem Royalti Musik". 

BEKASI || rodajurnalis.com — Masih banyak publik yang belum menyadari bahwa setiap tanggal 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional. Memanfaatkan momentum ini, grup band Lawang Pitu mengadakan diskusi publik bertema "Sistem Royalti Musik" pada Minggu malam 9 Maret 2025 di ACC Studio Lawang Pitu. Acara ini diinisiasi oleh Asisi Basuki dan menghadirkan sejumlah musisi, akademisi, serta penggiat industri musik tanah air.


Beberapa narasumber yang turut hadir antara lain Dwiki Darmawan (musisi), Dirly Idol, Once Mekel (musisi sekaligus anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan), Edwin (gitaris band Coklat), Trison (vokalis band Lawang Pitu), Mila Rosa (Sekretaris PAPPRI), Adi Adrian (Presiden Direktur Wahana Musik Indonesia/WAMI), Jhonny Maukar (PAPPRI), serta Dharma Oratmangun (Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional/LMKN). Acara ini juga dihadiri oleh Abdul Haris, Ketua DPD AWPI Jakarta Timur.


Diskusi yang dimoderatori oleh Budi berlangsung interaktif, penuh dialog intelektual, serta menghasilkan berbagai gagasan segar mengenai pengelolaan royalti musik di Indonesia.


Penegakan Hukum Royalti Musik
Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, mengungkapkan bahwa pihaknya telah berupaya menertibkan sistem pembayaran royalti sesuai ketentuan hukum.
"Kami sudah mencoba jalur non-litigasi, tetapi tidak berhasil. Saat ini kami memiliki tim hukum yang bekerja sama dengan LMK untuk menggugat para pengguna lagu di ruang publik yang bersifat komersial, termasuk seminar, webinar, dan kafe," tegas Dharma.


Perbandingan Royalti Indonesia dan Luar Negeri

Sementara itu, Adi Adrian memaparkan perbandingan penerimaan royalti antara Indonesia dan negara lain.


"Di Brasil, royalti yang terkumpul mencapai 2 triliun, sementara Indonesia hanya 200 miliar. Di luar negeri, sistem koleksi royalti sudah berjalan ratusan tahun, sedangkan kita baru 20 tahunan. Seharusnya kita bisa lebih baik dalam menegakkan aturan ini," jelas Adi.


Kasus Agnes Mo dan Ketidaktegasan Pemerintah


Jhonny Maukar menyoroti ketidaktegasan pemerintah dalam penerapan aturan royalti, merujuk pada kasus Agnes Mo yang dituntut membayar denda 1,5 miliar rupiah karena menggunakan lagu tanpa izin.


"Seharusnya yang bertanggung jawab adalah penyelenggara acara, bukan artisnya. Kenapa penyelenggara tidak melakukan pembayaran kepada LMKN? Hakim menginterpretasikan aturan dengan cara berbeda," ujarnya.


Pentingnya Implementasi PP No. 56 Tahun 2001


Ketua DPD AWPI Jakarta Timur, Abdul Haris, menekankan pentingnya implementasi Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2001 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik.


"Pada Pasal 3 dijelaskan bahwa setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial wajib membayar royalti kepada pemegang hak cipta melalui LMKN," ujar Abdul Haris dalam sambutannya.


Menutup Diskusi dengan Pesan Positif


Diskusi berakhir pada pukul 22.15 WIB, ditutup dengan sesi foto bersama dan penampilan musik dari band lokal. Sebelum itu, menjelang Magrib, para tamu undangan menikmati hidangan buka puasa berupa es buah, kolak, sate lengkap dengan lontong, soto, serta aneka kue dan buah-buahan.


Secara keseluruhan, diskusi ini menyampaikan pesan positif agar seluruh pengguna musik di Indonesia semakin sadar akan pentingnya membayar royalti demi perkembangan industri musik tanah air yang lebih sehat dan bernilai ekonomi tinggi.***(Imam S/AWPI) 

×
Berita Terbaru Update