![]() |
Foto : Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) kembali menggelar tradisi tahunan ziarah ke makam sang Pujangga Besar Angkatan ’45 di TPU Karet Bivak. |
JAKARTA, rodajurnalis.com – Memperingati 76 tahun wafatnya Chairil Anwar, Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) kembali menggelar tradisi tahunan ziarah ke makam sang Pujangga Besar Angkatan ’45 di TPU Karet Bivak, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
Ketua TISI, Moktavianus Masheka, mengatakan ziarah ini menjadi momen reflektif bagi para penyair dan kritikus sastra untuk mengenang warisan intelektual Chairil Anwar, sekaligus meneguhkan komitmen moral bagi kemajuan sastra Indonesia.
“Ziarah ini bukan sekadar ritual, tapi bentuk penghormatan dan ruang dialektika sastra. Kami membaca puisi, berdiskusi, dan mendoakan tokoh penting yang telah mengubah wajah puisi Indonesia,” ujar Moktavianus di Jakarta, Minggu (4/5/2025).
Hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah tokoh sastra, di antaranya kritikus Maman S. Mahayana, penyair Jose Rizal Manua, Imam Ma’arif, Aloysius Slamet Widodo, Boyke Sulaiman, Dyah Kencono Puspito Dewi, hingga dosen sekaligus penyair Sofyan RH Zaid. Putri semata wayang Chairil Anwar, Evawani Alissa Chairil Anwar, juga hadir meski harus menggunakan kursi roda.
“Beliau tetap semangat meski kondisi fisiknya terbatas. Seperti biasa, Ibu Eva juga membawa makanan dan minuman yang kami nikmati bersama sebelum acara dimulai,” kata Moktavianus.
Ziarah berlangsung khidmat. Beberapa penyair membacakan puisi-puisi Chairil Anwar di hadapan Bu Eva, yang tampak tersentuh hingga matanya berkaca-kaca.
“Saya biasa memanggil beliau hanya dengan nama Chairil, karena itu memang pesan yang disampaikan melalui ibu saya. Katanya, putrinya cukup menyebut nama, bukan sebutan ayah,” tutur Bu Eva dalam perbincangan hangat di sela kegiatan.
Karena keterbatasan fisik, Bu Eva tidak bisa mendampingi para peserta ke area makam. Acara di sekitar pusara Chairil Anwar diisi dengan doa dan diskusi sastra, menghadirkan Sofyan RH Zaid dan Ewith Bahar sebagai pembicara.
Dalam kesempatan itu, Ewith Bahar menyinggung rencana TISI untuk mewujudkan gagasan moral yang telah dirintis sejak tahun lalu oleh Maman S. Mahayana.
“Saat ini sudah dibentuk tim kecil yang melibatkan sejumlah penyair, arsitek, serta dua pengacara—salah satunya menantu Bu Eva. Rencana ini semoga menjadi warisan nyata yang bisa mengabadikan semangat Chairil Anwar dalam dunia sastra Indonesia,” ujarnya.
Ziarah tahunan ini bukan hanya mengenang sosok Chairil, tetapi juga memperkuat posisi sastra sebagai kekuatan moral dan budaya. Seperti dikutip dari puisi legendaris Chairil Anwar, Moktavianus menutup acara dengan harapan penuh makna: “Kabulkanlah, Ya Allah… Sekali berarti, sudah itu mati.***
_____________________________________________________
Kontributor: Lasman Simanjuntak