-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan


 

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tari Bedhaya Gandrungmanis Bangkit Kembali, Dipentaskan di Perpusnas RI

Sabtu, 13 September 2025 | 21:24 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-13T14:27:00Z

Gambar: Tari Jawa klasik, Bedhaya Gandrungmanis.

JAKARTA, rodajurnalis.com – Tari Jawa klasik yang telah lama hilang, Bedhaya Gandrungmanis, akan dipentaskan kembali dalam acara bertajuk Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis di Ruang Serbaguna Lantai 4, Gedung Perpustakaan Nasional RI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada Minggu (26/10/2025) pukul 13.00–16.00 WIB.


Pementasan ini digarap oleh penata tari Naufal Anggito Yudhistira dengan iringan musik dari UKM Karawitan Sekar Widya Makara Universitas Indonesia (UI). Pertunjukan tersebut merupakan bagian dari upaya revitalisasi dan penggalian kembali tari Jawa klasik gaya Surakarta.


Naufal mengungkapkan, penyajian kembali Bedhaya Gandrungmanis berangkat dari penelitian disertasi yang ia lakukan di UI. Tari ini sebelumnya diciptakan oleh Pangeran Adipati Hangabehi, yang kemudian dipentaskan kembali setelah ia naik takhta sebagai Sunan Pakubuwana VIII di Keraton Surakarta Hadiningrat. Namun jejak terakhir tarian ini hanya tercatat pada 1973 dalam bentuk sederhana sebelum akhirnya dinyatakan punah.


Kisah yang diangkat dalam Bedhaya Gandrungmanis adalah cerita Panji Jayakusuma atau Panji Mbedhah Bali. Cerita berpusat pada Panji Asmarabangun yang menyamar sebagai Klana Jayakusuma, seorang kesatria yang diutus Raja Ngurawan untuk menaklukkan Bali.

Pertempuran berujung pada perlawanan Klana Jayakusuma dengan Prabu Jayalengkara, raja Bali, yang akhirnya berubah wujud menjadi Dewi Sekartaji—kekasih Panji yang lama hilang. Keduanya pun bersatu kembali.


Rekonstruksi tari ini merujuk pada berbagai naskah kuno dari pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20, serta tradisi lisan. Pertunjukan akan melibatkan sejumlah penari dan pemusik muda sebagai upaya mengenalkan kembali khazanah kesenian Jawa klasik kepada generasi muda.


“Pementasan ini bukan hanya upaya menghadirkan kembali kekayaan seni klasik yang telah hilang, tetapi juga bentuk pemajuan naskah kuno sebagai bagian dari objek kebudayaan, sekaligus pengenalan cerita Panji yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia,” kata Naufal.***


_____________________________________________________

Kontributor: Lasman Simanjuntak

×
Berita Terbaru Update