• Jelajahi

    Copyright © Roda Jurnalis
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    KLaSIKA Gugat UU Hak Cipta, Minta Perlindungan Hukum untuk Musisi

    Redaksi
    Selasa, 06 Mei 2025, 11:14 WIB Last Updated 2025-05-06T04:15:46Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Foto : Ketua Tim KLaSIKA, Fredrik J. Pinakunary. Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) 

    JAKARTA, rodajurnalis.com – Enam musisi yang tergabung dalam Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Mereka menilai sejumlah ketentuan dalam UUHC membatasi hak berekspresi dan menghambat perkembangan industri musik di Indonesia.


    Ketua Tim KLaSIKA, Fredrik J. Pinakunary, menegaskan bahwa ketidakjelasan beberapa pasal dalam UUHC telah menciptakan ketidakpastian hukum, khususnya bagi para musisi, baik pencipta lagu maupun penyanyi.


    “Pasal 9 ayat 2 UUHC bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai bahwa setiap orang yang tidak melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat 1 huruf f, tidak perlu izin dari pencipta sepanjang membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau LMK Nasional (LMKN),” ujarnya di Jakarta, Senin (5/5/2025).


    Selain itu, KLaSIKA juga menyoroti Pasal 113 ayat 2 UUHC terkait ancaman pidana. Mereka menilai frasa “tanpa hak dan/atau tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf f” harus dimaknai secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika pengguna karya telah memenuhi kewajiban pembayaran royalti melalui LMK/LMKN.


    “Kami tidak menolak ketentuan pidana. Namun, pidana harus menjadi upaya terakhir (ultimum remedium) jika ada pengguna karya yang secara sengaja tidak membayar royalti,” tegas Fredrik.


    KLaSIKA mengajukan permohonan ini mewakili musisi Agusta Marzall, Silvia Saartje, dan sejumlah musisi lain. Dalam pengajuan tersebut, KLaSIKA juga didampingi oleh Rien Uthami, S.H., M.H., dan perwakilan dari T’KOOS Band.


    Fredrik juga menilai telah terjadi polarisasi antara pencipta lagu dan penyanyi dalam perdebatan di MK, padahal keduanya merupakan seniman yang seharusnya saling mendukung.


    “Kami tidak berpihak pada salah satu kelompok. Kami berdiri untuk kepentingan bersama, agar semua insan musik mendapatkan kepastian hukum,” ujarnya.


    Menurutnya, pasal-pasal lain seperti Pasal 9 ayat 1 huruf f, ayat 2 dan ayat 3, serta ketentuan dalam Pasal 23 dan definisi “pengguna” atau “user” juga perlu diperjelas.


    “Dalam praktiknya, yang disebut pengguna adalah pihak penyelenggara acara atau pengusaha, bukan penyanyi. Penyanyi dan pencipta adalah seniman. Secara internasional, user adalah pemilik venue atau event organizer,” katanya.


    Ia mencontohkan, penyanyi yang tampil di kafe atau hotel biasanya tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap pembayaran royalti, melainkan pihak penyelenggara.


    “Kalau pun penyanyi memberi langsung kepada pencipta, itu semata bentuk itikad baik, bukan kewajiban hukum,” tambahnya.


    Rien Uthami Dewi, anggota Tim KLaSIKA, turut menekankan perlunya pemahaman yang tepat terkait makna “pertunjukan” dalam konteks undang-undang.


    “Pertunjukan adalah saat penyanyi diminta tampil oleh penyelenggara. Jadi, yang menggunakan karya adalah penyelenggara, bukan penyanyi,” tegasnya.


    KLaSIKA berharap MK dapat memberikan penafsiran yang lebih jelas terhadap pasal-pasal krusial dalam UU Hak Cipta, khususnya Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 113 ayat 2, agar para musisi tidak lagi dibayangi ancaman hukum ketika bekerja.


    Selain KLaSIKA, dua pihak lain juga mengajukan permohonan judicial review terhadap UUHC. Salah satunya meminta agar Pasal 9 ayat 3 dinyatakan konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan secara komersial memerlukan izin pencipta dan tetap membayar royalti. Sementara pihak lainnya meminta agar Pasal 89 ayat 1 hingga 4 tentang LMKN dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.***(red) 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini